Kamis, 23 Januari 2014

Biografi Leyasu Tokugawa

Kehidupan awal (1542–1556)

Ieyasu lahir di Istana Okazaki di wilayah Mikawa pada hari ke 26 bulan ke 12 dan tahun ke 11 tenbun, Kalender jepang. awalnya bernama Matsudaira Takechiyo, ia adalah anak dari Matsudaira Hirotada (松平 広忠), Daimyo Mikawa dari klan Matsudaira, Ibunya bernama Odainokata (於大の方), putri seorang samurai Mizuno Tadamasa. Dua tahun kemudian, Odainokata dikirim kembali ke keluarganya dan tidak pernah kembali lagi.
Klan Matsudaira terpecah pada tahun 1550; di satu sisi memilih mengikuti Klan Imagawa dan di sisi lain lebih memilih Klan Oda. Akibatnya, Ieyasu menghabiskan awal kehidupannya dalam bahaya karena dampak dari perang Oda-Imagawa. Perseteruan Klan Matsudaira muncul akibat dari pembunuhan kakek Ieyasu, Matsudaira Kiyoyasu. Berbeda dari ayahnya yang disenangi oleh Klan Imagawa.
Tahun 1548, ketika Klan Oda menginvasi Mikawa, Hirotada meminta bantuan kepada Imagawa Yoshimoto, Daimyo Klan Imagawa, untuk mengusir Klan Oda dari Mikawa. Yoshimoto menyetujui untuk membantu dengan ketentuan Hirotada mengirim anaknya Takechiyo ke Sumpu sebagai sandera, Hirotada setuju. Oda Nobuhide, pemimpin Klan Oda, mempelajari tentang perjanjian ini dan menculik Ieyasu dari Rombangan dalam perjalanannya ke Sumpu. saat itu Ieyasu baru berumur enam tahun.
Nobuhide mengancam akan mengeksekusi Takechiyo/Ieyasu kecuali ayahnya memutuskan semua hubungan dengan klan Imagawa. Hirotada menjawab apabila mengkorbankan anaknya akan terjadi masalah serius dengan klan Imagawa. Meskipun menolak, Nobuhide memilih untuk tidak membunuh Takechiyo melainkan menahannya selama tiga tahun di kuil Manshoji, Nagoya.
Pada tahun 1549, ketika Takechiyo berumur tujuh tahun, ayahnya, Hirotada meninggal dunia. Pada waktu yang hampir sama, Oda Nobuhide meninggal dunia karena wabah. Kematiannya menjadi pukulan berat bagi klan Oda. tentara di bawah Komando Imagawa, Sessai Taigen mengepung benteng yang menjadi tempat tinggal Daimyo baru Klan Oda, Oda Nobuhiro. dengan benteng yang akan jatuh, Sessai menawarkan pengepungan apabila Klan Oda tidak mau menyerah atau menyerahkan Takechiyo diambil sebagai sandera dan dibawa ke sunpu. Disini ia mendapatkan kehidupan yang cukup baik sebagai sandera dan sekutu Imagawa yang berpotensi di masa depan.

Kebangkitan (1556–1584)

Di tahun 1556 dia beranjak dewasa, dan, mengikuti tradisi, mengubah namanya dari Matsudaira Takechiyo menjadi Matsudaira Jirōsaburō Motonobu (松平 次郎三郎 元信). Satu tahun kemudian, di usia 16 (menurut perhitungan penanggalan Asia Timur), dia menikahi istri pertamanya dan mengubah namanya lagi menjadi Matsudaira Kurandonosuke Motoyasu (松平 蔵人佐 元康). Diizinkan kembali ke Mikawa tempat kelahirannya, Imagawa memerintahkan dia untuk melawan klan Oda dalam serangkaian pertempuran. Motoyasu berjuang pertempuran pertama di Pengepungan Terabe dan kemudian berhasil mengantarkan persediaan untuk benteng perbatasan melalui serangan malam berani.
Pada 1560 pimpinan klan Oda telah beralih pada pemimpin brilian Oda Nobunaga. Imagawa Yoshimoto memimpin pasukan besar (sekitar 20.000 pasukan) menyerang wilayah klan Oda. Motoyasu dengan pasukannya merebut sebuah benteng di perbatasan dan kemudian tinggal di sana untuk mempertahankannya. Akibatnya, Motoyasu dan orang-orangnya tidak hadir pada Pertempuran Okehazama dimana Yoshimoto dibunuh oleh serangan kejutan Oda Nobunaga.
Dengan kematian Yoshimoto, Motoyasu memutuskan untuk bersekutu dengan klan Oda. Perjanjian rahasia perlu dilakukakan karena istri Motoyasu dan bayinya, Nobuyasu, disandera di Sunpu oleh klan Imagawa. Pada tahun 1561, Motoyasu secara terbuka berpisah dari Imagawa dan merebut benteng Kaminojo. Motoyasu kemudian melakukan pertukaran istri dan anaknya dengan istri dan putri penguasa benteng Kaminojo. Pada 1563 Nobuyasu menikah dengan putri dari Nobunaga, Tokuhime.
Selama beberapa tahun ke depan, Motoyasu mereformasi klan Matsudaira dan menenteramkan Mikawa. Dia juga memperkuat pengikut kuncinya dengan memberi mereka tanah and istana di Mikawa. Mereka yaitu: Honda Tadakatsu, Ishikawa Kazumasa, Koriki Kiyonaga, Hattori Hanzō, Sakai Tadatsugu, and Sakakibara Yasumasa.
Motoyasu mengalahkan pasukan militer dari Mikawa Monto di Provinsi Mikawa pada Pertempuran Azukizaka. Monto adalah kelompok biarawan yang suka berperang yang berkuasa di Provinsi Kaga dan memiliki banyak kuil di tempat lainnya di Jepang. Mereka menolak untuk mematuhi perintah Motoyasu dan jadi dia berperang dengan mereka, mengalahkan pasukan mereka dan merobohkan kuil mereka. Pada suatu pertempuran, Motoyasu hampir tewas ketika ia terkena peluru yang tidak menembus baju besinya. Kedua pasukan, Motoyasu dan pasukan Monto menggunakan senjata mesiu baru dari Portugis yang diperkenalkan di Jepang 20 tahun sebelumnya.
Pada tahun 1567 , Motoyasu mengubah namanya lagi, nama keluarga barunya adalah Tokugawa dan nama pemberiannya sekarang Ieyasu. Dengan demikian, ia mengaku sebagai keturunan dari klan Minamoto. Tidak ada bukti yang membenarkan ini yang diduga keturunan dari Seiwa Tennō, Kaisar ke-56 Jepang .
Ieyasu tetap menjadi sekutu Oda Nobunaga dan tentara Mikawa-nya adalah bagian dari pasukan Nobunaga yang ditangkap di Kyoto pada tahun 1568. Pada saat yang sama Ieyasu sedang memperluas wilayahnya sendiri. Dia dan Takeda Shingen, daimyo klan Takeda di Provinsi Kai membuat aliansi dengan tujuan menaklukkan semua wilayah Imagawa. Pada tahun 1570 , pasukan Ieyasu ditangkap di Provinsi Tōtōmi ketika pasukan Shingen merebut Provinsi Suruga (termasuk ibukota Imagawa, Sunpu).
Ieyasu mengakhiri aliansi dengan Takeda dan melindungi bekas musuh mereka, Imagawa Ujizane; ia juga bersekutu dengan Uesugi Kenshin dari klan Uesugi - musuh klan Takeda. Setelah tahun itu, Ieyasu memimpin 5.000 paaukannya membantu Nobunaga di Pertempuran Anegawa melawan klan Azai dan Asakura.
Pada bulan Oktober 1571, Takeda Shingen, yang sekarang bersekutu dengan klan Hōjō, menyerang wilayah Tokugawa dari Tōtōmi. Ieyasu meminta bantuan kepada Nobunaga, yang mengutus sekitar 3.000 pasukan. Awal tahun 1573, kedua pasukan bertemu di Pertempuran Mikatagahara. Tentara Takeda, di bawah arahan Shingen, menyerang pasukan Ieyasu sampai mereka terpecah-belah. Ieyasu melarikan diri dengan hanya 5 orang ke sebuah istana di dekatnya. Ini adalah kerugian besar bagi Ieyasu, tapi Shingen tidak mampu mengeksploitasi kemenangan karena Ieyasu segera mengumpulkan tentara baru dan menolak untuk bertempur Shingen lagi di medan perang.
Keberuntungan memihak Ieyasu, setahun kemudian, Takeda Shingen gugur dalam pengepungan di awal tahun 1573. Shingen digantikan oleh putranya yang tidak berkemampuan, Takeda Katsuyori. Pada tahun 1575, tentara Takeda menyerang istana Nagashino di Provinsi Mikawa. Ieyasu meminta bantuan Nobunaga untuk membantu dan hasilnya, Nobunaga secara pribadi datang memimpin pasukan yang sangat besar (sekitar 30.000 pasukan). Oda - Tokugawa dengan kekuatan 38.000 pasukan memenangkan kemenangan besar pada tanggal 28 Juni 1575, pada Pertempuran Nagashino, Takeda Katsuyori selamat dari pertempuran dan mundur kembali ke Provinsi Kai.
Selama tujuh tahun ke depan, Ieyasu dan Katsuyori berjuang di serangkaian pertempuran kecil. Pasukan Ieyasu berhasil merebut kendali Provinsi Suruga dari klan Takeda.
Pada 1579, istri Ieyasu, dan putra sulungnya, Matsudaira Nobuyasu, dituduh oleh Nobunaga bersekongkol dengan Takeda Katsuyori untuk membunuhnya. Istri Ieyasu dieksekusi dan Nobuyasu dipaksa untuk melakukan seppuku. Ieyasu kemudian mengangkat anak ketiganya, sekaligus anak kesayangannya, Tokugawa Hidetada, sebagai ahli waris, karena putra keduanya diadopsi oleh Toyotomi Hideyoshi, pemimpin masa depan dari Jepang.
Akhir peperang dengan Takeda tiba pada tahun 1582 ketika sebuah gabungan pasukan Oda - Tokugawa menyerang dan menaklukkan Provinsi Kai. Takeda Katsuyori, serta putra sulungnya Takeda Nobukatsu, dikalahkan di Pertempuran Temmokuzan dan kemudian melakukan seppuku.
Pada akhir 1582, Ieyasu sedang dekat dengan Osaka dan jauh dari wilayah sendiri ketika ia mengetahui bahwa Nobunaga dibunuh oleh Akechi Mitsuhide. Ieyasu berhasil melakukan perjalanan berbahaya kembali ke Mikawa, menghindari pasukan Mitsuhide di sepanjang perjalanan, karena mereka berusaha untuk menemukan dan membunuhnya. Satu minggu setelah ia tiba di Mikawa, pasukan Ieyasu bergerak untuk membalas dendam pada Mitsuhide. Tapi mereka terlambat, Hideyoshi mengalahkan dan membunuh Akechi Mitsuhide dalam Pertempuran Yamazaki.
Kematian Nobunaga berarti bahwa beberapa provinsi yang diperintah oleh pengikut Nobunaga, siap untuk perebutan. Pemimpin Provinsi Kai melakukan kesalahan dengan membunuh salah seorang ajudan dari Ieyasu. Ieyasu segera menyerbu Kai dan mengambil kendali. Hōjō Ujimasa, pemimpin klan Hōjō menanggapi dengan mengirimkan banyak pasukan yang lebih besar ke Shinano dan kemudian ke Provinsi Kai. Tidak ada pertempuran yang terjadi antara pasukan Ieyasu dan pasukan besar Hōjō dan , setelah beberapa negosiasi , Ieyasu dan Hōjō setuju untuk penyelesaian yang meninggalkan Ieyasu menguasai kedua Provinsi Kai dan Shinano, sedangkan Hōjō menguasai provinsi Kazusa (serta sebagian kecil dari kedua Provinsi Kai dan Shinano) .
Pada saat yang sama (1583) perang untuk menguasai Jepang terjadi antara Toyotomi Hideyoshi dan Shibata Katsuie. Ieyasu tidak ikut dalam konflik ini, membangun reputasinya baik untuk berhati-hati dan kebijaksanaan. Hideyoshi mengalahkan Katsuie di Pertempuran Shizugatake - dengan kemenangan ini, Hideyoshi menjadi daimyo paling kuat di Jepang.

Ieyasu dan Hideyoshi (1584–1598)


Hideyoshi dan Ieyasu bermain Go di papan ini.
Pada tahun 1584, Ieyasu memutuskan untuk mendukung Oda Nobukatsu, putra tertua dan pewaris Oda Nobunaga, untuk melawan Hideyoshi. Ini adalah tindakan berbahaya dan bisa mengakibatkan kehancuran bagi Tokugawa.
Pasukan Tokugawa mengambil benteng tradisional Oda di Owari, Hideyoshi merespon dengan mengirim pasukan ke Owari. Ekspedisi Komaki adalah satu-satunya saat pemersatu Jepang berperang satu sama lain: Hideyoshi melawan Ieyasu. Ekspedisi ini bersifat ragu-ragu dan setelah berbulan-bulan ekspedisi yang sia-sia dan penuh kepura-puraan, Hideyoshi menyelesaikan perang melalui negosiasi. Pertama-tama dia berdamai dengan Oda Nobukatsu, dan kemudian ia menawarkan gencatan senjata kepada Ieyasu. Kesepakatan itu dibuat pada akhir tahun, sebagai bagian dari perjanjian, putra kedua Ieyasu, O Gi Maru, menjadi anak angkat Hideyoshi.
Ajudan Ieyasu, Ishikawa Kazumasa, memilih untuk bergabung dengan daimyo yang lebih unggul dan ia pun pindah ke Osaka untuk bersama Hideyoshi. Namun, hanya beberapa pengikut Tokugawa lainnya mengikuti contoh ini.
Hideyoshi memahami kecurigaanya terhadap Ieyasu , dan lima tahun berlalu sebelum mereka berperang sebagai sekutu. Tokugawa tidak berpartisipasi dalam invasi Hideyoshi di Shikoku dan Kyushu .
Pada tahun 1590 Hideyoshi menyerang daimyo independen terakhir di Jepang, Hōjō Ujimasa. Klan Hōjō memerintah di delapan provinsi di wilayah Kanto di Jepang bagian timur. Hideyoshi memerintahkan mereka untuk tunduk pada otoritas tetapi mereka menolak. Meskipun Ieyasu adalah teman dan sesekali bersekutu dengan Ujimasa, menggabungkan kekuatan 30.000 samurainya dengan pasukan Hideyoshi yang berjumlah sekitar 160.000. Hideyoshi menyerang beberapa istana di perbatasan dari klan Hōjō dengan sebagian besar pasukannya mengepung istana Odawara. Pasukan Hideyoshi merebut Odawara setelah enam bulan (anehnya di periode itu, korban di kedua belah pihak hanya sedikit). Selama pengepungan ini , Hideyoshi menawarkan kesepakatan radikal kepada Ieyasu. Dia menawarkan Ieyasu delapan provinsi Kanto yang mereka akan rebut dari Hōjō sebagai imbalan atas lima provinsi yang saat ini dikendalikan Ieyasu (termasuk provinsi asal Ieyasu dari Mikawa ). Ieyasu menerima proposal ini. Tertunduk oleh kekuatan luar biasa dari pasukan Toyotomi , Hōjō menerima kekalahannya, para pemimpin Hōjō bunuh diri dan Ieyasu bergerak masuk dan menguasai provinsi mereka, jadi mengakhiri pemerintahan klan lebih dari 100 tahun.
Ieyasu sekarang menyerahkan kendali dari lima provinsi (Mikawa , Totomi , Suruga , Shinano , dan Kai) dan memindahkan semua prajurit dan pengikutnya ke wilayah Kanto. Dia sendiri menduduki kota benteng Edo di Kanto. Ini mungkin adalah langkah paling berisiko yang pernah dibuatnya - untuk meninggalkan kampung halamannya dan mengandalkan loyalitas tak menentu dari para samurai Hōjō sebelumnya di Kanto. Dalam peristiwa tersebut, itu berhasil dengan cemerlang bagi Ieyasu. Ia mereformasi provinsi Kanto, mengendalikan dan menenangkan samurai Hōjō dan meningkatkan infrastruktur ekonomi di wilayahnya. Juga, karena Kanto agak terisolasi dari sekitar Jepang, Ieyasu mampu mempertahankan tingkat otonomi yang unik dari pemerintahan Hideyoshi. Dalam beberapa tahun, Ieyasu telah menjadi daimyo paling kuat kedua di Jepang. Ada pepatah Jepang yang kemungkinan mengacu pada peristiwa ini : "Ieyasu memenangkan Kekaisaran dengan mundur."
Pada tahun 1592, Hideyoshi menginvasi Korea sebagai awal untuk rencananya untuk menyerang Cina (lihat Invasi Jepang ke Korea (1592-1598) untuk informasi lebih tentang kampanye ini). Samurai Tokugawa tidak pernah mengambil bagian dalam kampanye ini. Di awal tahun 1593, Ieyasu dipanggil ke pengadilan Hideyoshi di Nagoya (di Kyūshū, berbeda dari kota yang dieja sama di Provinsi Owari), sebagai penasehat militer. Dia tinggal di sana selama lima tahun ke depan. Meskipun sering absen, putra Ieyasu, pengikut setia dan bawahannya mampu mengendalikan dan meningkatkan Edo dan wilayah baru Tokugawa lainnya.
Pada tahun 1593, Hideyoshi menjadi ayah seorang putra dan pewaris, Toyotomi Hideyori.
Pada tahun 1598, dengan kesehatannya yang menurun, Hideyoshi mengadakan rapat yang akan menentukan Dewan Lima Sesepuh, siapa yang akan bertanggung jawab untuk memerintah atas nama anaknya setelah kematiannya. Lima yang dipilih sebagai bupati (Tairō) untuk Hideyori adalah Maeda Toshiie, Mōri Terumoto, Ukita Hideie, Uesugi Kagekatsu, dan Ieyasu sendiri, yang mana mereka yang paling kuat untuk berlima. Ini mengubah struktur kekuasaan pra-Sekigahara menjadi sangat penting untuk mengalihkan perhatian Ieyasu terhadap Kansai, dan pada saat yang sama, rencana ambisius lain (meskipun akhirnya belum direalisasi), seperti inisiatif Tokugawa menjalin hubungan resmi dengan Meksiko dan Spanyol Baru, terus berkembang dan maju.

Kampanye Sekigahara (1598–1603)

Hideyoshi, setelah tiga bulan lebih penyakitnya meningkat, meninggal dunia pada tanggal 18 September 1598. Dia digantikan oleh putranya Hideyori, tapi karena ia baru berusia lima tahun, kekuasaan yang sesungguhnya berada di tangan para bupati. Selama dua tahun ke depan Ieyasu membuat persekutuan dengan berbagai daimyo, khususnya mereka yang tidak memiliki kasih sayang untuk Hideyoshi. Untungnya bagi Ieyasu, yang tertua dan paling dihormati dari para bupati meninggal setelah hanya satu tahun. Dengan kematian Bupati Maeda Toshiie pada tahun 1599, Ieyasu memimpin pasukan ke Fushimi dan mengambil alih Istana Osaka, kediaman Hideyori. Hal ini membuat marah tiga bupati yang tersisa dan merencanakan membuat semua pihak untuk berperang. Itu juga pertempuran terakhir dari salah satu pengikut yang paling setia dan kuat dari Ieyasu, Honda Tadakatsu.
Oposisi terhadap Ieyasu berpusat di sekitar Ishida Mitsunari, daimyo yang kuat tetapi bukan salah satu dari bupati. Mitsunari merencanakan kematian Ieyasu dan berita rencana ini sampai ke beberapa jendral Ieyasu. Mereka berusaha untuk membunuh Mitsunari tapi dia melarikan diri dan mendapat perlindungan dari tak lain adalah dari Ieyasu sendiri. Tidak jelas mengapa Ieyasu melindungi musuh yang kuat dari anak buahnya sendiri, tapi Ieyasu adalah seorang ahli strategi dan ia mungkin menyimpulkan bahwa ia akan lebih baik dengan Mitsunari yang memimpin pasukan musuh, bukan salah satu dari para bupati, yang akan memiliki legitimasi lebih.
Hampir semua daimyo Jepang dan samurai kini terpecah menjadi dua faksi - Pasukan Barat (kelompok Mitsunari) dan Tentara Timur (kelompok anti-Mitsunari). Ieyasu mendukung kelompok anti-Mitsunari, dan membentuk mereka sebagai sekutu potensial. Sekutu Ieyasu adalah klan Date, klan Mogami, klan Satake dan klan Maeda. Mitsunari bersekutu dengan tiga bupati lainnya: Ukita Hideie , Mori Terumoto , dan Uesugi Kagekatsu serta banyak daimyo dari ujung timur Honshu.
Pada bulan Juni 1600, Ieyasu dan sekutu-sekutunya menggerakan pasukan mereka untuk mengalahkan klan Uesugi, yang dituduh merencanakan pemberontak melawan pemerintahan Toyotomi (dipimpin oleh Ieyasu, yang teratas dari Dewan Lima Sesepuh). Sebelum tiba di wilayah Uesugi, Ieyasu telah mendapat informasi bahwa Mitsunari dan sekutu-sekutunya telah menggerakan pasukan mereka melawan Ieyasu. Ieyasu mengadakan pertemuan dengan daimyo, dan mereka setuju untuk mengikuti Ieyasu. Dia kemudian memimpin mayoritas pasukan baratnya menuju Kyoto. Pada akhir musim panas , pasukan Ishida merebut Fushimi.
Ieyasu dan sekutu-sekutunya berbaris sepanjang Tōkaidō, sementara anaknya Hidetada pergi bersama Nakasendō dengan 38.000 pasukan. Sebuah pertempuran melawan Sanada Masayuki di Provinsi Shinano memperlambat pasukan Hidetada, dan mereka tidak tiba pada waktunya di pertempuran utama.
Pertempuran ini adalah yang terbesar dan kemungkinan pertempuran yang paling penting dalam sejarah Jepang. Itu dimulai pada 21 Oktober 1600 dengan total 160.000 orang saling berhadapan. Pertempuran Sekigahara berakhir dengan kemenangan Tokugawa. Blok Barat hancur dan selama beberapa hari berikutnya Ishida Mitsunari dan banyak bangsawan barat lainnya ditangkap dan dibunuh. Tokugawa Ieyasu sekarang adalah penguasa de facto di Jepang.
Segera setelah kemenangan di Sekigahara, Ieyasu membagikan ulang tanah ke pengikut yang melayaninya. Ieyasu meninggalkan beberapa daimyo barat tanpa terluka, seperti klan Shimazu, tetapi yang lainnya hancur total. Toyotomi Hideyori (anak Hideyoshi) kehilangan sebagian besar wilayahnya yang berada di bawah pengelolaan daimyo barat, dan ia terdegradasi ke daimyo biasa, bukan penguasa Jepang. Dalam tahun berikutnya pengikut yang telah berjanji setia kepada Ieyasu sebelum Sekigahara dikenal sebagai fudai daimyo, sementara mereka yang berjanji setia kepadanya setelah pertempuran (dengan kata lain, setelah kekuasaannya tidak perlu dipertanyakan lagi) dikenal sebagai tozama daimyo. Tozama daimyo dianggap lebih rendah dari fudai daimyo.

Sebagai Shogun

Shogun Ieyasu (1603–1605)

Pada tanggal 24 Maret 1603, Tokugawa Ieyasu menerima gelar shogun dari Kaisar Go-Yōzei. Ieyasu telah berusia 60 tahun. Dia mengalahkan semua orang besar lainnya pada zamannya: Nobunaga, Hideyoshi, Shingen, Kenshin. Dia adalah shogun dan ia menggunakan sisa hidupnya untuk menciptakan dan memantapkan Keshogunan Tokugawa (yang akhirnya menjadi zaman Edo, sekitar dua ratus tahun dibawah keshogun Ieyasu), pemerintah shogunal ketiga (setelah Minamoto dan Ashikaga). Untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya, Ieyasu mengumpulkan anak buahnya untuk satu pertempuran terakhir untuk menghilangkan sisa-sisa klan Toyotomi di Istana Osaka. Dia berhasil dalam Pengepungan Osaka dan menghapus semua kemungkinan ancaman bagi kekuasaannya. Ia mengaku sebagai keturunan dari klan Minamoto lewat keluarga Nitta. Keshogunan Tokugawa akan memerintah Jepang selama lebih dari 250 tahun ke depan.
Mengikuti pola kemapanan yang baik dari Jepang, Ieyasu turun tahta dari posisi resminya sebagai shogun pada tahun 1605. Penggantinya adalah putranya dan ahli warisnya, Tokugawa Hidetada. Ini mungkin telah dilakukan, sebagian untuk menghindari terikat dalam tugas-tugas seremonial, dan sebagian untuk membuatnya lebih sulit bagi musuh-musuhnya untuk menyerang pusat kekuasaan yang sesungguhnya, dan sebagian untuk mengamankan pewarisan gelar yang lancar untuk anaknya. Pelepasan Ieyasu itu tidak berpengaruh pada tingkat praktek kekuasaannya, tetapi Hidetada tetap berperan sebagai kepala formal birokrasi bakufu.

Pensiunan shogun (1605-1616)

Ieyasu, bertindak sebagai pensiunan shogun (大御所 ōgosho?), tetap menjadi penguasa efektif Jepang hingga kematiannya. Ieyasu pensiun ke istana Sunpu di Sunpu , tetapi ia juga mengawasi pembangunan istana Edo, proyek pembangunan besar-besaran yang berlangsung selama sisa hidup Ieyasu. Hasil akhirnya adalah istana terbesar di seluruh Jepang, biaya untuk membangun benteng ditanggung oleh semua daimyo lain, sementara Ieyasu menuai semua manfaatnya. Menara utama pusat, atau tenshu , terbakar pada tahun 1657. Hari ini , Istana Kekaisaran berdiri di situs benteng.
Ogosho Ieyasu juga mengawasi urusan diplomatik dengan Belanda dan Spanyol. Dia memilih untuk menjauhkan Jepang dari Eropa mulai tahun 1609, meskipun bakufu tidak memberikan hak eksklusif perdagangan Belanda dan mengizinkan mereka untuk mempertahankan sebuah "pabrik" untuk tujuan perdagangan. Dari 1605 sampai kematiannya, Ieyasu berkonsultasi dengan perintis Inggris Protestan dari pekerja Belanda, William Adams, yang memainkan peran penting dalam membentuk dan memajukan hubungan Keshogunan yang berkembang dengan Spanyol dan Gereja Katolik Roma.
Pada tahun 1611, Ieyasu, memimpin 50.000 orang, mengunjungi Kyoto untuk menyaksikan penobatan Kaisar Go-Mizunoo. Di Kyoto, Ieyasu memerintahkan renovasi istana dan bangunan kekaisaran, dan memaksa sisa daimyo barat untuk menandatangani sumpah setia kepadanya. Pada 1613, ia menulis Kuge Shohatto, sebuah dokumen yang menempatkan pemerintahan daimyo di bawah pengawasan ketat, meninggalkan mereka sebagai boneka seremonial. Pengaruh kekristenan, yang diliputi kekacauan selama Reformasi Protestan dan sesudahnya, di Jepang yang membuktikan permasalahan bagi Ieyasu. Pada 1614, ia menandatangani Dekrit Pengusiran Kristen yang melarang kekristenan, mengusir semua orang Kristen dan orang asing, dan Kristen dilarang mempraktikkan agama mereka. Akibatnya, banyak Kirishitan (Kristiani awal Jepang) melarikan diri baik ke Portugis Macau maupun Spanyol Filipina.
Pada tahun 1615 , ia mempersiapkan Buke Shohatto (武家諸法度), sebuah dokumen menetapkan masa depan rezim Tokugawa .

Pengepungan Osaka

Puncak kehidupan Ieyasu adalah pengepungan Istana Osaka (1614-1615). Ancaman terakhir yang tersisa bagi kepemimpinan Ieyasu adalah Toyotomi Hideyori, putra dan pewaris sah Hideyoshi. Dia sekarang seorang daimyo muda yang hidup di Istana Osaka. Banyak samurai yang menentang Ieyasu berkumpul di sekitar Hideyori, mengklaim bahwa dia adalah penguasa sah Jepang. Ieyasu menemukan kesalahan dengan upacara pembukaan sebuah kuil yang dibangun oleh Hideyori; itu seolah-olah Hideyori berdoa untuk kematian Ieyasu dan kehancuran bagi klan Tokugawa. Ieyasu memerintahkan Toyotomi untuk meninggalkan Istana Osaka, tetapi orang-orang di dalam benteng menolak dan memanggil samurai untuk berkumpul ke dalam istana. Kemudian Tokugawa, dengan pasukan besar yang dipimpin oleh Ogosho Ieyasu dan Shogun Hidetada, mengepung benteng Osaka apa yang sekarang dikenal sebagai "Pengepungan Musim Dingin Osaka". Akhirnya , Tokugawa mampu melakukan negosiasi dan gencatan senjata setelah tembakan meriam diarahkan mengancam ibu Hideyori, Yodogimi. Namun, setelah perjanjian disepakati, Tokugawa mengisi parit luar Istana Osaka dengan pasir sehingga pasukannya bisa berjalan di atasnya. Melalui cara ini, Tokugawa memperoleh sebidang tanah yang luas melalui negosiasi dan penipuan bahwa ia tidak bisa melakukan pengepungan dan pertempuran. Ieyasu kembali ke istana Sunpu sekali, tapi setelah Toyotomi menolak perintah lain untuk meninggalkan Osaka, ia dan pasukannya sekutunya sebesar 155.000 tentara menyerang Istana Osaka lagi dalam "Pengepungan Musim Panas Osaka". Akhirnya pada akhir 1615, Istana Osaka jatuh dan hampir semua pasukan pertahanan tewas termasuk Hideyori, ibunya (janda dari Hideyoshi, Yodogimi), dan anak bayinya. Istrinya, Senhime (cucu dari Ieyasu), dikirim kembali ke Tokugawa hidup-hidup. Dengan Toyotomi yang akhirnya dipadamkan, tidak ada ancaman tersisa bagi klan Tokugawa untuk mendominasi Jepang.

Wafat


Pemakaman Ieyasu di Kuil Nikkō
Pada 1616, Ieyasu meninggal pada usia 73 tahun. Penyebab kematiannya diperkirakan adalah kanker atau sifilis. Shogun Tokugawa pertama didewakan dengan nama Tōshō Daigongen (東照大権現), "Gongen yang Agung, Cahaya dari Timur". (Gongen (awalan Dai- bermakna agung) diyakini menjadi Buddha yang telah muncul di bumi dalam bentuk Kami untuk menyelamatkan makhluk hidup). Saat masih hidup, Ieyasu telah menyatakan keinginannya untuk didewakan setelah kematiannya untuk melindungi keturunannya dari kejahatan. Jenazahnya dimakamkan di makam Gongen di Kunōzan, Kunōzan Tōshō-gū (久能山東照宮). Setelah ulang tahun pertama kematiannya, jenazahnya dikuburkan kembali di Kuil Nikkō, Nikkō Tōshō-gū (日光東照宮). Jenazahnya masih ada disana. Gaya arsitektur makamnya dikenal sebagai Gongen-zukuri, yaitu gaya Gongen.


TY TO:Kakak Saya dan Wikipedia

0 komentar:

Posting Komentar